Belopainfo.id – Indonesia yang berada di kawasan ring of fire memiliki potensi panas bumi (geothermal) yang besar. Menurut ESDM, potensinya mencapai 23.766 Megawatt (MW) yang tersebar ke 361 titik lokasi. Di Sulawesi Selatan, setidaknya terdapat 21 titik, dua diantaranya berada di Kabupaten Sinjai. Kedua titik tersebut berada di Desa Salohe, Desa Kaloling Kecamatan Sinjai Timur, dan Desa Batu Belerang, Kecamatan Sinjai Borong.
Di bulan Juni 2023, Bupati Sinjai, Andi Seto Asapa menemani Investor asal Amerika Serikat dan Korea Selatan mengunjungi titik potensi panas bumi di Desa Kaloling. Ia mengatakan akan memberikan kemudahan bagi investor yang ingin masuk di Sinjai.
Belakangan, geothermal menjadi salah satu sumber energi andalan pemerintah dalam menjalankan proyek transisi energi karena dianggap rendah karbon. Meskipun demikian, dalam prakteknya pembangunan geothermal justru memicu konflik dan menjadi malapetaka di beberapa wilayah pembangunan Geothermal.
Koordinator Pemuda Tani Merdeka (PETAKA), Irwan Setiawan mengatakan bahwa mengundang investasi pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal) di Sinjai sama saja dengan mengundang malapetaka.
“Pembangunan Geothermal sudah memakan banyak korban. Contohnya seperti pembangunan geothermal oleh PT. SMGP di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pada tahun 2021 sebanyak lima warga meninggal dunia akibat menghirup gas Hidrogen Sulfida (H2S), kemudian di tahun 2022 setidaknya 79 warga yang keracunan,” Terang Irwan.
Irwan atau yang akrab diisapa Iwan menjelaskan, selain mengancam keselamatan jiwa warga, titik panas yang berada di Sinjai Timur tepat berada di dekat lokasi perkebunan dan peternakan sehingga bila dikembangkan untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi warga juga akan terancam kehilangan lahan pertaniannya.
“kualitas dan kuantitas air juga akan terancam, apalagi lokasinya berdekatan dengan sungai,” Sambungnya.
Sementara untuk titik panas bumi yang berada di Desa Batu Belerang, ia mengatakan bahwa dampaknya akan sangat tinggi karena lokasinya berada di hulu Sungai Balantieng.
“Pengembangan panas bumi Lompobattang di Desa Batu Belerang akan sangat berisiko tinggi karena Sungai Balantieng merupakan sumber air baku bagi masyarakat di daerah Sinjai Borong, Sinjai Selatan, Sinjai Timur, Sinjai Utara dan beberapa daerah di Kabupaten Bulukumba.”
“Selain itu, saya khawatir pengembangan pembangkit listrik panas bumi di Desa Batu Belerang akan mengulang bencana besar yang terjadi di Sinjai pada tahun 2006. Hal itu karena kegiatan pengeboran panas bumi akan membuat gempa minor dan pergeseran tanah sehingga dapat membuat longsoran yang menutupi tubuh sungai yang kemudian jebol dan menjadi banjir bandang.” Sambungnya.
Oleh karena itu, Iwan tegas menolak pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi di kedua lokasi tersebut.
“Kami meminta pemerintah untuk tidak melanjutkan rencana pembangunan Geothermal di Kabupaten Sinjai.” Tegasnya.
Senada dengan Iwan, Koordinator Divisi Kampanye Hutan Jaringan Pemantau Kehutanan Independen (JPIK) Sulawesi Selatan, Taufik Parende juga mengungkapkan rencana pembangunan Geothermal di Kabupaten Sinjai merupakan langkah yang keliru sehingga harus dibatalkan.
“Proyek geothermal yang diklaim sebagai energi terbarukan dan ramah lingkungan nyatanya memiliki risiko yang tinggi dan seringkali abai terhadap HAM. Dalam prakteknya Geothermal juga menggunakan lahan yang boros dan merusak ekosistem hutan, sehingga berkontribusi terhadap deforestasi yang merupakan sumber terjadinya krisis iklim.”
“Dari hasil pemantauan kami di lapangan rencana pembangunan Geothermal akan mengancam kehidupan petani dan ekosistem hutan Sinjai, apalagi untuk di Sinjai Borong lokasinya tepat berada di ekosistem hutan yang rapat dan berada di sekitar kawasan Taman Hutan Rakyat (TAHURA) dan Kawasan Hutan Lindung. Sehingga wilayah tersebut harus dilindungi dan dijaga fungsi hidrologisnya, bukan justru diberikan kepada investor untuk pengembangan Geothermal yang justru dapat mengundang bencana sosio-ekologis.” Tutupnya.