Lembaga pangan dan pertanian dunia Food and Agriculture Organization (FAO), memprediksi dunia akan dilanda krisis pangan karena pandemi Covid-19 dan kondisi musim yang tak dapat diprediksi. Oleh karenanya Indonesia melalui Badan Ketahanan Pangan sedang mempersiapkan cadangan logistik nasional untuk mencegah kekurangan pasokan pangan dalam negeri di Provinsi Kalimantan Tengah. Diharapkan cadangan logistik ini dapat mengantisipasi krisis pangan.
Berdasarkan surat edaran Kementrian Pertanian nomor: 109/KN.230/M/6/2020 tentang lumbung pangan masyarakat desa (LPMdes), mewajibkan setiap desa membangun dan mengembangkan lumbung pangan masyarakat demi mencegah terjadinya krisis pangan.
Pengembangan Lumbung Pangan Masyarakat merupakan implementasi dari undang-undang nomor 7 tahun 1996 dan undang-undang nomor 8 tahun 2002 tentang ketahanan pangan. Salah satu isinya menjelaskan bahwa cadangan pangan nasional merupakan cadangan pangan pemerintah dan masyarakat. Jadi cadangan pangan merupakan tanggung jawab pemerintah baik pusat, provinsi kabupaten/kota, desa dan masyarakat.
Tujuan lumbung pangan ini sebagai antisipasi terhadap ancaman krisis pangan atau sebagai cadangan pangan. Cadangan pangan memiliki beberapa fungsi di antaranya: pertama sebagai fungsi sosial, cadangan pangan dapat dimanfaatkan masyarakat pada saat kondisi darurat seperti musim kemarau, bencana alam dan Pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Kedua fungsi ekonomi, dengan cara menyimpan hasil produksi petani, untuk selanjutnya dijual sesuai harga yang diharapkan.
Pengembangan cadangan pangan merupakan aspek penting dalam ketahanan pangan yang sangat mendesak untuk dikembangkan masyarakat melalui program yang terencana.
Salah satu masalah utama dalam pengembangan pangan masyarakat adalah ketidakstabilan cuaca. Di musim hujan lahan pertanian banyak terancam gagal panen sebagai akibat dari bencana banjir. Sementara musim kemarau lahan pertanian akam mengalami kekeringan dan menghambat proses produksi para petani.
Faktor ekonomi juga menjadi hambatan tersendiri. Para petani akan menjual seluruh hasil panen demi memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa penyebab diantaranya adalah harga ditingkat petani yang kadang rendah dan banyak petani yang bergantung pada tengkulak dalam pemberian modal selama proses produksi hingga pasca produksi.
Merancang ketahanan pangan untuk menghadapi ancaman krisis pangan, sudah menjadi perhatian tersendiri di masa awal pandemi Covid-19. Sejumlah desa di Kabupaten Luwu juga merancang strategi yang berbeda, sebagai langkah antisipasi terjadinya krisis pangan.
Desa Senga Selatan Kecamatan Belopa walau mayoritas masyarakatnya petani, di musim panen lebih memilih menjual hasil panen kepada pembeli gabah. Untuk pemenuhan lumbung pangan Pemerintah Desa Senga Selatan, melalui BUMDes mengelola sebidang lahan pertanian seluas 650 meter persegi.
Pemerintah Desa akan menyiapkan sarana dan membangun sebuah lumbung padi, sebagai lumbung pangan desa. Tujuan lain yang dicapai adalah PAD desa di saat cadangan pangan telah berlebih, hingga harus dijual.
Desa Bonelemo Utara Kecamatan Bajo Barat, dengan potensi padi dan jagung. Walau kedua potensi ini adalah yang terbesar, namun Pemerintah Desa tetap menggalakkan pemanfaatan pekarang rumah untuk menanam sayuran.
Sementara dalam pengelolaan tanaman pertanian, mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pertanian alami. Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya produksi. Selebih dalam usaha membangun lumbung pangan desa dilakukan secara swadaya dengan melibatkan peran masyarakat.
Desa Sumabu Kecamatan Bajo, kendala utama desa ini adalah tidak memiliki lahan persawahan. Masyarakat memfokuskan pada tanaman jagung, sayuran, dan tanaman keras atau jangka panjang sebagai sumber ekonomi.
BUMDes menjadi salah satu pilihan bagi Pemerintah Desa Sumabu sebagai penopang pemasaran hasil pertanian masyarakat, selain dari penyediaan bibit oleh pemerintah desa. Sebagai sebuah lembaga di desa BUMDes memiliki tanggungjawab besar bukan hanya sebagai penghasil PAD tapi memastikan pasar dari hasil alam desa.
Peran BUMDes ini dapat memastikan peningkatan ekonomi masyarakat, hingga memastikan pula ketersediaan pangan masyarakat seperti beras. Sekalipun masih dengan cara membeli dari luar Desa Sumabu.
Desa sebagai ujung tombak ketersediaan pangan, dengan kondisi geografis dan potensi yang berbeda maka memastikan setiap desa memiliki kebijakan dan setrategi yang berbeda dalam penyediaan lumbung pangan.
Pemerintah desa perlu menyusun sebuah strategi dalam membangun lumbung pangan masyarakat dengan dukungan sarana dan prasarana (teknologi pertanian). Termasuk meningkatkan kapasitas SDM masyarakat dalam penyediaan dan pengelolaan cadangan pangan, sehingga mudah diakses oleh kelompok atau masyarakat secara berkelanjutan.
Kelompok perlu meningkatkan modal usaha dalam bentuk kegiatan ekonomi produktif di bidang pangan. Utamanya desa non-sentra produksi padi atau rawan pangan, maka kelompok LPMdes berada di perlu menyediakan program pembelian gabah di desa sentra produksi padi.
Sebaliknya kelompok LPMdes yang bukan berada di wilayah sentra produksi pangan lainnya (jagung, sayur, sagu dll) perlu membeli atau memasok dari desa yang merupakan sentra produksi pangan tersebut. Hal ini perlu sebuah sistem kolaborasi yang melibatkan beberapa desa, untuk saling membantu dalam pemenuhan cadangan pangan.