Belopainfo.id — Populasi Rusa di Desa Padang Lambe, Kecamatan Suli Kabupaten Luwu, semakin berkurang. Pasalnya aktivitas perburuan kerap kali dilakukan oleh beberapa oknum, selain menggunakan jerat ada pula yang menggunakan senapan angin saat berburu.
Meski begitu, aktivitas berburu sudah sejak dulu dilakukan oleh masyarakat setempat, lambat laun populasi Rusa pun semakin berkurang dan sulit untuk ditemukan oleh warga saat berburu ke hutan. Selain masyarakat, oknum aparat kepolisian juga kerap kali menjadikan Rusa di Desa Padang Lambe menjadi sasaran perburuan, aktivitas berburu biasanya dilakukan di malam hari.
“Bagaimana masyarakat tidak mau berburu, oknum polisi saja kadang ada yang datang berburu gunakan senjata,” ujar Suharbi salah satu warga Desa Padang Lambe.
Sementara itu, Kepala Desa Padang Lambe, Nasruddin Nasir mengatakan, dulunya, habitat Rusa berada di dua bukit yaitu, Bukit Ongko (Buntu Ongko) dan Bukit Balu (Batu Balu) Konon, Buntu Ongko adalah salah satu tempat berburu Raja atau Datu Luwu, tak ada yang dibolehkan untuk berburu ditempat ini, kecuali Datu Luwu.
Tepat dibawah kaki bukit terdapat anak sungai yang mengalir dan menjadi mata air untuk para rusa saat minum, sungai ini menjadi salah satu akses rusa saat mencari makan di sekita pengunungan hingga ke perkampungan.
“Biasanya, rusa-rusa itu akan turun saat musim kemarau, mereka menyeberangi sungai ini dan mencari makan di dua bukit tersebut, bahkan dulunya, kata masyarakat setempat, Rusa-rusa yang ada di pegunungan turun hingga ke perkampungan mencari makan,” imbuh Nasruddin Nasir. Kamis (29/09/22).
Selanjutnya, merujuk pada Undang-undang. Status rusa di Indonesia hingga saat ini masih merupakan satwa liar yang dilindungi sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1999 tanggal 27 Januari 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar.
Selain itu, larangan perlakuan secara tidak wajar terhadap satwa yang dilindungi juga diatur dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Sumber Daya Alan Hayati dan Ekosistemnya
“Setiap orang dilarang untuk:
a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup
b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi.”
Jika ada orang yang sengaja melakukan pelanggaran tersebut, sanksinya yakni pidana penjara paling lama lima tahun. Dalam pasal 40 ayat (2) disebut pelanggar juga dijatuhi denda paling banyak Rp 100.000.000.
Selain itu, berdasarkan Peraturab Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Nomor, P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018, Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
Ada lima jenis Rusa yang di Lindungi diantaranya: Axis kuhlii (Rusa bawean), Muntiacus muntjak (Kijang muncak), Muntiacus atherodes (Kijang kuning), Rusa timorensis (Rusa timor), dan Rusa unicolor (Rusa sambar).
Sementara di Sulawesi terdapat jenis Rusa Timor atau Rusa timorensis yang sampai saat ini, jumlah populasinya juga semakin berkurang, merujuk pada jurnal JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014.
Dengan berjalannya waktu, populasi rusa timor di alam semakin menurun. Penurunan populasi di-sebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya karena
adanya perburuan yang menjurus ke eksploitasi, juga kerusakan habitat akibat alih fungsi lahan.
International Union for Conservation of Nature (IUCN) mengategorikan rusa timor dalam status, rentan terhadap kepunahan. Status ini merupakan tanda peringatan bahwa upaya konservasi perlu dilakukan, dapat berupa konservasi populasi maupun konservasi habitat.