Kawal PT. MDA Terkait Dugaan Pengrusakan Lahan di Rante Balla, Warga Laporkan Aparat ke Ombudsman

SIARAN PERS

Belum separuh bagian dari lahan cengkeh milik Cones dipanen, PT. Masmindo masuk secara paksa ke lahannya, menebang setidaknya 48 batang pohon cengkeh yang siap panen. Atas tindakan keker*san, Warga memilih untuk melaporkan peristiwa ini ke Ombudsman Sulsel dan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulsel.

“Pohon yang tumbang masih sempat kami ambil buahnya, karena memang masa panen sudah masuk,” jelas Istri Cones

Tindakan penyerobotan secara sepihak ini dilegitimasi oleh tindakan yang dilakukan oleh Kepala Desa yang tidak ingin menerbitkan Surat Keterangan Tanah. Pada saat PT Masmindo Dwi Area masuk menyerobot, pihak perusahaan sempat mempertanyakan dasar penguasaan Cones. Padahal sejak lama, Cones telah meminta untuk diterbitkan. Namun kepala desa mengaku bahwa tidak memiliki kuasa dan harus meminta izin PT. MDA sebelum menerbitkan.

“Kami tanya kepada Kepala Desa, Bisakah diterbitkan surat keterangan penguasaan tanah untuk lahan kami, Kepala Desa bilang tidak berani (membuat surat itu) tanpa seizin dari Perusahaan” Tegas Cones

Aparat keamanan menjadi bagian dari aksi kekerasan yang terjadi pada 16 September 2024. Bersama dengan tim kuasa hukum LBH Makassar, melaporkan campur tangan aparat keamanan yang dimana berdasarkan kesaksian langsung oleh Cones dan keluarga melihat ada beberapa praktik yang dilakukan oleh Satuan Brimob dan TNI dalam upaya melancarkan aksi penyerobotan yang dilakukan oleh PT. Masmindo Dwi Area (MDA).

Klaim penyerobotan ini tentu tidak berdiri tunggal, tindakan yang dilakukan oleh PT. MDA sejatinya telah bertolak belakang dengan ketentuan dalam pasal UU Minerba dalam pokoknya mensyaratkan izin oleh pemilik lahan. Namun hal ini ditepis oleh Cones selaku pemilik lahan yang secara jelas menolak agar lahannya dibebaskan.

Fatalnya, aparat yang hadir di lapangan justru mengambil sikap yang tidak melindungi Warga selaku korban yang lahannya diserobot oleh PT. MDA, seolah melalui kontrak karya yang dikantongi oleh Perusahaan telah menjadi sinyal hijau bahwa tindakan yang dilakukan sudah berlandaskan undang-undang.

Secara terang dalam pasal 138 UU Minerba ditegaskan bahwa Hak atas IUP, IPR, atau IUPK bukan merupakan pemilikan hak atas tanah. Konsesi Kontrak Karya yang dimiliki oleh Perusahaan bukan merupakan bukti kepemilikan hak atas tanah, serta Perusahaan wajib untuk melakukan penyelesaian hak atas tanah terhadap pemegang hak. Sehingga tindakan yang dilakukan oleh Perusahaan yang melakukan penebangan paksa terhadap tanaman warga adalah jelas tindakan melanggar hukum

“Warga memiliki hak atas tanah, karena telah menguasai dan menggarap lahan tersebut telah sejak lama bahkan tanaman cengkehnya pun telah berbuah. Pak Cones juga merupakan warga yang lahir di Rante Balla, sehingga memiliki hak atas tanah untuk memanfaatkan lahan tersebut,” jelas Hasbi Assidiq. Rabu (05/11/2024).

Dalam laporan Warga ke Propam Polda, Anggota Polisi yang hadir di lokasi saat penebangan paksa, termasuk IPTU Fadhly dan kawan-kawannya sesama Anggota Brimob, yang tidak melindungi warga dan melakukan pembiaran terhadap penebangan paksa oleh perusahaan dan bahkan menghalangi warga untuk mempertahankan dan melindungi tanamannya adalah tindakan yang jelas melanggar Pasal 12 huruf A dan I Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Kode Etik Profesi Dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menegaskan bahwa, huruf A “menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau Laporan dan Pengaduan masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya” dan huruf I “bersikap diskriminatif dalam melayani masyarakat.”

Saat itu Warga berusaha untuk menyampaikan kepada aparat kepolisian yang ada di lokasi bahwa, kenapa justru ia yang dihalangi untuk melindungi tanamannya, justru polisi seharusnya yang mengerti aturan harus berperan aktif dalam melindungi kepentingan Warga. Cones sempat meminta pertolongan agar tindakan penebangan pohon cengkeh segera dihentikan namun pihak kepolisian tidak menghiraukan permintaan tersebut.

Selain itu Polisi juga bertindak diskriminatif hanya melindungi perusahaan yang melakukan penebangan paksa, dan tidak melindungi dan mengayomi warga yang tanaman cengkehnya ditebang paksa oleh perusahaan.

Hal yang penting untuk digarisbawahi yakni, tindakan sepihak ini jelas merupakan satu perbuatan yang menyalahi aturan, menggandeng kekuatan aparat secara berlebihan, menyerobot dan merusak tanaman Warga hingga mengakibatkan kerugian.

“Penetapan konsesi dan Kontrak Karya tanpa pemberitahuan kepada warga yang menguasai lahan adalah tindakan melawan hukum dan tidak menghormati hak-hak warga. Dalam Undang-Undang Minerba ditegaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan bukan merupakan hak kepemilikan atas tanah sehingga Perusahaan harus tetap melakukan penyelesaian penguasaan tanah dengan pemegang hak dengan cara-cara musyawarah,” tutup Hasbi Assidiq – PBH YLBHI-LBH Makassar

Sumber: LBH Makassar

Pos terkait