KATA Sulsel: Pelanggaran PT. CLM, Dari Administrasi Hingga Pencemaran Lingkungan

Belopainfo — Penguasaan Sumber Daya Alam di Kawasan Hutan Sulawesi Selatan lebih banyak didominasi oleh perusahaan yang bergerak di sektor industri pertambangan, ketimbang masyarakat lokal.

Catatan Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulawesi Selatan (2022), sekitar 128.824,82 hektar kawasan hutan Sulsel telah dibebani konsesi izin industri pertambangan dengan jumlah Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi dan operasi produksi sebanyak 114 izin.

Bacaan Lainnya

Sejak 2021, KATA Sulawesi Selatan telah melakukan review perizinan atas beberapa perusahaan. Salah satu perusahaan, PT. Citra Lampia Mandiri (PT. CLM) diduga kuat memiliki banyak pelanggaran sejak pengurusan awal perizinan hingga mulai melakukan operasi produksi.

Temuan dugaan pelanggaran tersebut antara lain: Pertama, PT Citra Lampia Mandiri tidak memiliki Izin Limbah B3 dan mengabaikan rekomendasi Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengurus Izin Pembuangan Limbah B3.

“Namun, hingga saat ini PT. CLM belum menindaklanjuti rekomendasi dari Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Ini menandakan bahwa PT. CLM bebal terhadap aturan yang berlaku, serta lemahnya penindakan dari penegak hukum dan pengawasan pemerintah,” kata Koordinator KATA Sulawesi Selatan saat Konferensi Pers di LBH Makassar. Rabu (29/06/22).

Kedua, Aktivitas Pertambangan PT Citra Lampia Mandiri menjadi salah satu sumber pencemaran sungai dan pesisir-laut Malili, di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Hal ini diperkuat dengan hasil investigasi Tim KATA Sulawesi Selatan, menyebutkan sepanjang 2020 sampai 2021 PT. CLM sudah empat kali mencemari sungai malili, yang paling parah bulan November 2021.

Ketiga, Selama melakukan aktivitas eksplorasi, PT. CLM tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Hal ini diperkuat dengan dokumen AMDAL sebelum Addendum. Dalam dokumen tersebut juga tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa PT. CLM telah memiliki IPPKH.

Selain itu, PT. CLM menggunakan IPPKH kadaluarsa dalam melakukan aktivitas operasi produksi. Dalam dokumen IPPKH 2012, jika pelaku usaha tidak melakukan aktivitas nyata di lapangan selama dua tahun sejak diterbitkan izin, maka IPPKH tersebut batal dengan sendirinya.

KATA Sulawesi Selatan menemukan, PT. CLM baru melakukan aktivitas operasi produksi bulan Januari 2018, sebagaimana tertuang dalam laporan Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) PT. CLM 2019.

Ke-empat, Dalam penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Rencana Pertambangan Nikel dan Pengikutnya dan Pembangunan Pelabuhan di perairan Lampia yang dilakukan oleh pemrakarsa tidak terbuka dan partisipatif. PT. CLM diduga tidak melakukan konsultasi publik secara terbuka dan partisipatif terkait penyusunan dokumen AMDAL sebelum dan sesudah adendum sehingga nelayan, petani merica, petani tambak dan perempuan yang bermukim di Desa Harapan, Desa Pasi-Pasi dan Desa Pongkeru, Kecamatan Malili, Luwu Timur mendapatkan dampak buruk dari aktivitas pertambangan tersebut.

Oleh karena, Koalisi Advokasi Tambang Sulawesi Selatan mendesak pihak terkait untuk ;

  1. Kementrian ESDM cq. Direktorat Teknik dan Lingkungan Ditjen Minerba segera menindak tegas PT. CLM yang mengabaikan rekomendasi Direktorat Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mengurus Izin Pembuangan Limbah B3.
  2. Gakkum KLHK segera melakukan penegakan hukum dan memberikan sanksi tegas atas pelanggaran hukum yang dilakukan oleh PT. CLM.
  3. Gubernur Sulawesi Selatan cq. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu segera menghentikan sementara aktivitas atau mencabut izin usaha pertambangan operasi produksi PT. CLM.
  4. PT. CLM segera memulihkan sungai Malili dan pesisir laut Lampia di Kecamatan Malili, Luwu Timur.

Narahubung:
Muhammad Taufik Parende ( 0822 5115 2935)
Ady Anugrah Pratama (0853 4297 7545)

Sumber: KATA Sulawesi Selatan

Pos terkait