Belopainfo — Pada persidangan ke-6 kasus pembunuhan Imam Masjdi Yusuf Katubi berlangsung ricuh, keluarga korban mengamuk pasca mendengar tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang hanya menuntut terdakwa AP pidana 15 tahun penjara.
AP hanya terbukti melanggar pasal 338 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan.
Ratusan keluarga korban yang mengikuti sidang tersebut menangis histeris setelah JPU selesai membacakan putusan dan hakim ketua menutup sidang.
Selanjutnya, kericuhan kembali terjadi pada sidang pledoi (pembelaan terdakwa) pada Rabu, 26 Mei 2022. dalam persidangan tersebut, AP didamping oleh kuasa hukumnya dan hanya ditampilkan secara virtual.
Dalam proses persidangan, kuasa hukum AP membacakan pembelaan dengan menerangkan bahwa perbuatan terdakwa yang menghilangkan nyawa seseorang bukanlah peristiwa yang berlangsung melainkan perbuatan yang dilakukan dengan penganiayaan terlebih dahulu, sehingga penganiayaan itu menyebabkan kematian sesaat setelah tindakan penganiayaan tersebut dilakukan.
“Sehingga JPU menuntut terdakwa dengan dakwaan yaitu melanggar pasal 351 ayat 3 KUHP yang berbunyi, jika menyebabkan mati akan diancam pidana,” ucap Zulfikar Penasehat Hukum AP.
Selain itu, dalam sidang tersebut, Zulfikar menyampaikan bahwa, ia mengajukan pembelaan terdakwa bukanlah semata-mata melakukan pembelaan melainkan melihat fakta-fakta materil yang terjadi dalam persidangan.
“Dalam hal ini patut pula kami sampaikan hal-hal yang meringankan terhadap terdakwa, sekiranya menjadi pertimbangan majelis hakim, sebelum menetapkan putusan terhadap terdakwa, bahwa selama dalam persidangan terdakwa bersikap sopan, terdakwa mengikuti jalannya persidangan dan menerangkan dengan sejujur-jujurnya atas perbuatannya sehingga proses persidangan dapat berjalan lancar, dan ketiga terdakwa belum pernah terjerat hukum,” sebutnya.
Setelah kuasa hukum membacakan pembelaan, AP kemudia diberikan kesempatan oleh hakim untuk berbicara, ia kemudian menyampaikan permohonan minta maaf kepada pihak keluarga atas apa yang telah dilakukan lantaran dalam keadaan tidak sadar.
“Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya apa yang saya lakukan dalam keadaan tidak sadar,” sebut AP sebelum sidang ditutup.
Tak terima dengan pernyataan pelaku, pihak keluarga mulai berontak di dalam persidangan, Namun masih bisa diamankan oleh pihak kepolisian hingga peserta sidang keluar dari ruang sidang.
Kericuhan tak dapat dibendung lantara kekesalan dari keluarga korban atas pernyataan penasehat kuasa hukum pelaku, kericuhan pu terjadi hingga di luar Pengadilan.
Salah satu keluarga korban, Arifin A Wajuanna menyampaikan bahwa tuntutan dari pihak JPU tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pelaku. Pihak keluarga menginginkan pelaku dijerat Pasal 340 KUHP dengan hukuman seumur hidup atau hukuman mati atas perbuatannya.
“Kami minta pelaku dituntut pasal 340 KUHP dan dijatuhi hukuman seumur hidup atau hukuman mati,” tegasnya.
Arifin A. Wajuanna semakin geram, lantaran pasal 338 KUHP yang disebutkan pada sidang ke-6 belum sepenuhnya diterima oleh pihak keluarga, JPU kembali menyampaikan pembelaan tuntutan terdakwa dengan pasal 351 KUHP.
“Pasal 338 saja belum kami terima, apalagi kalau Pasal 351, pelaku bisa saja hanya dua tahun dipenjara,” kata Arifin A. Wajuanna.
Anggota DPRD Luwu ini menegaskan bahwa tak ingin berbenturan dengan pihak pengadilan dan pihak keamanan karena sangat menghargai, ia pun meminta pihak keluarga untuk kembali karena sidang ini baru sidang pledoi
“Putusan insyaAllah minggu depan, kita mau dengarkan keputusan hakim bijak atau kemasukan angin, karena yakin kalau hanya 2 tahun pasti kemasukan angin dan kami sangat tidak terima itu,” tegas Arifin A. Wajuanna.
Penulis: Ysf