Masyarakat Adat Rampi dan Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (IPMR) Luwu Utara memasang spanduk penolakan rencana tambang PT. Kalla Arebamma dan PT. Citra Palu Mineral di beberapa Desa di Kecamatan Rampi. Pemasangan spanduk dilakukan sejak tanggal 3 September.
Ramon, Ketua IPMR mengatakan, pemasangan spanduk ini dilakukan agar semua pihak yang datang ke Rampi mengetahui sikap tegas masyarakat terhadap rencana perusahaan yang akan melakukan proses pertambangan.
“Sejak awal, Masyarakat Adat Rampi tidak pernah menyetujui rencana penambangan PT. Kalla Arebamma, lalu tiba-tiba pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan memberikan izin konsesi kepada perusahaan yang tidak pernah meminta persetujuan masyarakat,” ujar Ramon, Ketua IPMR.
Selain itu, pemasangan spanduk tersebut juga dilakukan IPMR setelah pihak perusahaan memasang papan informasi yang mengklaim bahwa 12.010 Ha wilayah adat Rampi merupakan wilayah izin usaha pertambangan PT. Kalla Arebamma. Pemasangan papan informasi pertama itu dilakukan pihak perusahaan di akhir Agustus lalu.
Setelah melakukan pemasangan spanduk penolakan, Ia mengaku tambah geram dengan pihak perusahaan, pasalnya spanduk penolakan tersebut dicabut secara paksa oleh oknum yang diduga suruhan dari pihak perusahaan.
Untuk diketahui, PT. Kalla Arebamma pertama kali memperoleh IUP Eksplorasi di tahun 2010 dari Pemerintah Kabupaten Luwu Utara. IUP Eksplorasi itu kemudian ditingkatkan menjadi IUP Operasi Produksi di tahun 2017 oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Di dalam konsesi tersebut, terdapat hutan alam, situs budaya, perkampungan, persawahan, perkebunan, rumah ibadah, sekolah, hingga bandara Rampi.
“Hebat sekali perusahaan ini, semuanya mereka klaim wilayahnya, bahkan perkampungan masyarakat. Yang lebih luar biasa lagi, mereka sama sekali tidak pernah mengadakan konsultasi publik dan meminta persetujuan masyarakat adat Rampi.” cetusnya.
Ramon menambahkan, perusahaan ini tidak punya penghormatan terhadap masyarakat adat Rampi.
“Kita masuk ke rumah saja, ucapkan salam. nah ini perusahaan mengklaim 12.010 Ha Wilayah Adat Rampi tanpa meminta izin dari seluruh masyarakat adat.”
Selain itu, Ramon juga menyinggung ada aktivitas tambang ilegal yang menggunakan alat berat yang beroperasi di wilayah adat Rampi.
“Tambang ilegal itu sudah beberapa kali dihentikan, tapi terus datang dan sampai saat ini sepertinya tidak ada pihak yang diproses hukum oleh aparat penegak hukum,” tambahnya.
Oleh karena itu, Ramon menuntut agar semua pihak yang terlibat dalam aktivitas tambang ilegal itu diproses secara hukum.
Menyikapi aktivitas tambang ilegal dan pemasangan papan informasi oleh PT. Kalla Arebamma yang mengklaim 12.010 Ha wilayah Adat Rampi, Majelis Adat Rampi bersama Lembaga Adat se-Wilayah Rampi melaksanakan Musyawarah Khusus.
Musyawarah khusus ini dilaksanakan pada Senin (12/9/2022), pukul 13:00-18:00 Wita, di Rumah Katongkoana Ada’ Woi Rampi, antara lain dihadiri oleh Lembaga Adat Wilayah Rampi, Majelis Adat Rampi (MAR), Lembaga Adat Desa se-Wilayah Rampi, PD AMAN Rampi, PD BPAN Rampi, Pemerintah Desa Kecamatan Rampi, Pengurus Besar Ikatan Pelajar Mahasiswa Rampi (PB IPMR), Tokoh Masyarakat dan Tokoh Perempuan Adat Rampi.
Ketua Majelis Adat Rampi, Karel S. Naray memimpin langsung musyawarah. Pembahasannya antara lain, soal proses perizinan yang tidak transparan dan tidak partisipatif, analisa hukum, dan curah pendapat dari seluruh peserta musyawarah khusus tentang aktivitas tambang ilegal dan PT. Kalla Arebamma. Kesimpulan dari musyawarah khusus ini yang menjadi ketetapan dan keputusan bersama yaitu:
- Menghentikan dan menolak keras aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI)/Ilegal di Wilayah Rampi
- Menolak keras tambang dan IUP PT. Kalla Arebamma karena dari awal masuknya PT. Kalla Arebamma tidak pernah melakukan konsultasi publik kepada masyarakat Adat Rampi dan penyusunan izin PT. Kalla Arebamma terindikasi cacat secara hukum.