Rumah Baca: Tempat Belajar Selain Sekolah

  • Whatsapp

Banyak hal yang bisa ditempuh dalam membangun pendidikan. Salah satunya dengan mendirikan rumah baca. Hal inilah yang diyakini oleh Nur Alam. S, seorang Ibu yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Negeri Makassar, namun menjadi sarjana di Universitas Veteran Republik Indonesia. Semenjak memutuskan pulang kampung di tahun 2014, ide untuk mendirikan rumah baca di kampung halamannya hanya melanjutkan apa yang dilakukannya di Makassar. Dulu, waktu masih kuliah, ia pernah mendirikan rumah baca yang bernama kritis kafe. Menurutnya, mendirikan taman baca adalah bagian dari sikap melanjutkan kerja-kerja orang terdahulu dalam memajukan pendidikan tentunya dengan model baru.

Pendirian taman baca telah ada sejak lama. Jika merujuk pada catatan sejarah,  pada 1910-an, Balai Pustaka kepunyaan kolonial memiliki tugas sebagai badan penerbit sekaligus badan sensor bahan bacaan, memprakarsai lahirnya lebih dari 1000 perpustakaan rakyat (volksbibliotheek). Alasan pendirian, salah satunya sebagai bentuk dukungan untuk sekolah Bumiputera. Selain itu, taman baca juga bertindak sebagai wadah usaha Balai Pustaka. Di taman baca itu, hanya menjual buku terbitan Balai Pustaka. Karena itu, muncul perlawanan dari pedagang dan peminjam buku untuk mendistribusikan bahan bacaan yang lain. Buku bacaan ditulis dalam Melayu pasar, yang dinilai oleh Balai Pustaka sebagai bacaan liar.

Setelah Indonesia merdeka, di tahun 1950-an, pemerintah mulai giat mendirikan perpustakaan rakyat. Perpustakaan tersebut diberi nama Taman Pustaka Rakyat (TPR). Usaha pemerintah ini sebagai salah satu media untuk memberantas buta aksara yang tinggi di masyarakat. Ada banyak ragam TPR yang didirikan mulai dari  tipe A untuk Pedesaan, tipe B untuk Kabupaten, dan tipe C untuk Provinsi. Hingga 1959 jumlah TPR telah mencapai 1,469 untuk tingkat A, 192 untuk tingkat B dan 19 untuk tingkat C.

Tensi politik hingga pergantian rezim terjadi, akhirnya membuat program pendirian perpustakaan rakyat menjadi terbengkalai. Pada tahun 1992/1993, dekade akhir pemerintahan Soeharto melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah terbentuklah sekitar 5000 taman bacaan di berbagai daerah. Harapan hadirnya taman baca tersebut, dapat menurunkan angka buta aksara dan menggalakkan minat membaca masyarakat.

Di tahun 1970-an, di samping dorongan pemerintah, hadir pula inisiatif dari masyarakat dalam menggalakkan taman bacaan. Di tahun inilah, hadir perpustakaan komunitas yang sifatnya komersial seperti persewaan buku dan komik. Berlanjut pada 1980-an mulai muncul perpustakaan komunitas non komersial yang menjadikan anak-anak sebagai fokus perhatian dari layanannya.

Pada 5 April 2014, Nur Alam. S. bersama suaminya mendirikan rumah baca yang diberi nama Rumah Baca Akkitanawa (RBA). Rumah baca ini, terletak sebelah utara kota Belopa. Sekitar 14 kilometer dari pusat kota Belopa dengan akses transportasi yang lancar. Rumah Baca Akkitanawa persisnya terletak di Dusun Pencobe, Desa Pattedong Selatan, Kecamatan Ponrang Selatan, Kabupaten Luwu.

Tujuan pendiriannya, agar masyarakat terkhusus anak-anak di desanya memiliki wadah untuk bermain dan belajar. Semenjak berdirinya, telah banyak kegiatan yang dilakukan. Untuk anak-anak seperti Camp For Kids, di mana anak-anak diajari banyak hal. Belajar bahasa inggris dengan metode bermain, baca puisi, bercerita, musik serta beberapa games untuk melatih solidaritasnya.

Untuk orang tua atau ibu-ibu, Rumah Baca Akkitanawa menghadirkan program diskusi parenting. Kegiatan ini semacam sosialisasi pola asuh anak yang baik. Tujuannya untuk berbagi pengetahuan pada orang tua bagaimana cara mengasuh anak. Dalam kegiatan ini, yang hadir jadi pembicara adalah pakar dibidang parenting. Di level mahasiswa, kelas menulis diadakan bertujuan untuk mengasah dan mengembangkan menulis mahasiswa. Kegiatan ini diharapkan melahirkan penulis yang produktif berkarya.

Rumah Baca Akkitanawa, kini memiliki ribuan koleksi buku. Buku tersebut selain dari koleksi pribadi pendiri, juga terdapat sumbangan dari kerabat serta sahabat. Walau demikian, saat ini, buku anak-anak masih sangat dibutuhkan. Sebab semua buku anak-anak koleksi RBA sudah selesai dibaca oleh anak-anak pengunjung rumah baca. Karena minimnya buku baru untuk anak-anak, kadang kala satu buku sudah dibaca berulang kali ada yang sampai sepuluh kali dibaca. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut RBA, pendiri dengan tangan terbuka menerima kunjungan dari pihak manapun. Atau Anda bisa mengunjungi Instgramnya di @rumah_baca_akkitanawa serta Facebook dan Panfagenya Rumah Baca Akkitanawa.

Belajar Bersama

Sedangkan dalam menjalankan program di Rumah Baca Akkitanawa, pendirinya berinisiatif mengajak kawan-kawannya terlibat menjadi donatur. Dari kontribusi donatur itulah sangat membantu berjalannya kegiatan di rumah baca. Saat ini, sudah sekitar 5 orang yang berdonasi secara tetap. Dan beberapa orang yang tidak tetap.

Penulis.  : AS

Editor.    : AS

Gambar : RBA

Pos terkait