Keberadaan Tambang Ancam Sumber Penghidupan Masyarakat Seko dan Rampi

MAKASSAR, Belopainfo.id — Perkumpulan Jurnalis Advokasi Lingkungan (JURnaL) Celebes dan Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulsel gelar Launching Film Dokumenter Selamatkan Jantung Sulawesi dan dilanjutkan dengan Konferensi Pers di Hotel Remcy, Makassar. Jumat (28/10/22) kemarin.

Dalam Film Dokumenter tersebut menampilkan kondisi masyarakat dikecamatan Seko, baik dari segi Infrastruktur maupun sumber kehidupan masyarakat yang kaya akan sumber daya alamnya, kehidupan masyarakat yang harmonis antara umat beragama dan ancaman kehadiran perusahaan tambang.

Usai Launching dilanjutkan dengan konferensi pers oleh Koalisi Advokasi Tambang (KATA) Sulsel dan menghadirkan perwakilan dari IPMR dan IPMS sebagai representatif dari maayarakat adat Seko dan Rampi.

Launching Film Dokumenter Selamatkan Jantung Sulawesi dipandu oleh Manager Program JURnaL Celebes Ferdiyadi N. (Foto: Yusuf Gerhana).

Koordinator KATA Sulsel, Muhammad Taufik Pasande mengawali konferensi pers mengatakan bahwa ada sejumlah dugaan temuan pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tambang PT. Kalla Arebamma yang ada di Seko maupun di Rampi.

Mulai dari pelanggaran tak adanya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tak ada konsultasi publik yang melibatkan partisipatif masyarakat, dugaan kuat pemalsuan berita acara saat konsultasi publik yang dilampirkan di dalam dokumen Amdal, dan beberapa pelanggaran lainnya.

“Selain menjadi ancaman besar di Jantung Sulawesi, keberadaan korporasi perusahaan tambang PT. Kalla Arebamma di Seko maupun di Rampi, selain menjadi ancaman besar bagi masyarakat, diduga kuat PT. Kalla Arebamma sudah melanggar secara administrasi dengan beberapa temuan saat dilakukan investigasi,” jelas Taufik Pasande.

Selanjutnya, Ikatan Pemuda Mahasiswa Rampi (IPMR) dan Ikatan Pemuda Mahasiswa Rami (IPMR) buka suara soal keberadaan korporasi perusahaan tambang yang ada di Kecamatan Rampi dan Seko.

Kehadiran perusahaan dalam hal ini PT. Kalla Arebamma yang ada di Kecamatan Rampi dengan luas wilayah konsesi 12.010 Hektare yang izin produksinya diterbitkan pada tahun 2017 lalu akan menjadi ancaman besar bagi masyarakat Rampi.

Perwakilan IPMR, Gerson mengatakan kehadiran mereka dalam jumpa pers tersebut menjelaskan tentang aktivitas masyarakat di Rampi dari sejak dulu hingga sekarang, masyarakat Rampi hanya menggantungkan kehidupan meraka pada alam, dengan mengelola sumber daya alam dengan berbagai cara yang dilakukan sejak turun temurun dan sampai saat ini alam mereka masih terjaga.

Masyarakat mengelolah lahan pertanian, perkebunan dan berternak sampai saat ini itu masih dilakukan, di Rampi masih terjaga keseimbangan ekosistemnya, mata rantai makanan masih teratur dengan melihat nasyarakat tidak menggunakan bahan kimia, hewan-hewan yang masih berkembang biak termasuk hewan langkat yang ada di Sulawesi yaitu Anoa masih dapat ditemui di Rampi.

“Terkait persoalan pangan, Rampi sangat kaya dengan semuber daya Alam. Namun, ketika perusahaan beroprasi akan merusak sumber daya alam dan akan ada pergeseran budaya, dan parahnya akan memunculkan konflik antara masyarakat dan perusahaan,” imbuh Gerson.

Pada tanggal 12 september 2022 yang dipimpin ketua adat wilayah Rampi dengan menggelar musyawarah dan menghadirkan 7 Komunitas Adat yang ada di Kecamatan Rampi dan menyepakati menolak keras dan akan tetap menjaga tanah leluhur mereka agar tidak dirusak oleh perusahaan tambang.

“Ketika mendengar adanya korporasi yang akan melangsungkan pertambangan, masyarakat dengan cepat menggelar musyawarah untuk menolak kehadiran perusahaan tambang karena ini menyangkut SDA yang menunjang keberlangsungan hidup masyarakat Rampi mulai dari persawahan, perkebunan dan beberapa situs budaya yang sampai saat ini masih kami jaga,” jelas Gerson.

Selain itu, mereka menilai bahwa diduga kuat ada pemalsuan dokumen jika pihak perusahaan mengklaim pernah melakukan konsultasi publik, karena mayarakat tidak pernah dilibatkan, dan bahkan pemukiman warga juga masuk dalam wilayah konsesi perusahaan yang tak pernah diketahui oleh masyarakat sebelumnya.

“Pemukiman warga yang masuk dalam wilayah konsesi itu tidak pernah kami tahu, kami dari masyarakat adat Rampi tetap menolak perusahaan, karena rampi adalah tanah warisan leluhur kami yang harus tetap ada untuk generasi kami dan seterusnya,” tegas Gerson.

Sementara itu, dari Ketua IPMS, Roni Gatti menyampaikan kondisi Kecamatan Seko, memperkenalkan seko dari beberapa sektor dimulai dari perkonomian masyarakat dengan aktivitas pertanian dan perkebunan, mulai dari bercocok tanam, Kakao, Kopi, Merica, Vanili, Jengkol dll.

Seko juga merupakan salah satu habitat hewan yang dilindungi yaitu Anoa yang jumlah populasinya sampai saat ini masih berkurang, tentu dengan adanya aktivitas perusahaan tambang akan merusak habitat mereka dan bahkan parahnya akan punah.

“Keberadaan perusahaan sangat jelas akan merusak sektor penghasilan masyarakat Seko, kerena pendapatan masyarakat pada umumnya dari sektor pertanian, apabila sumber daya alam dikelola oleh perusahaan tambang tentu akan menimbulkan dampak yang besar,” jelasnya.

Selain rencana tambang yang akan dilakukan PT. Kalla Arebamma di Seko dengan luas wilayah konsesi 6.812 Hektare di dua belok inti yaitu blok Rantekamma dan Blok Tamalangka, kasus penolakan PLTA juga sudah pernah dilakukan oleh masyarakat Seko, bahkan dari aksi protes tersebut ada yang diintimidasi, mendapat tindak kekerasan dari aparat bahkan ada yang ditangkap dan dipenjara.

Melihat perlawanan masyatakat Seko dengan perlawan yang dilakukan, Roni menilai apakah Seko hanya bisa dibangun dari sektor pertambangan, Seko dikenal dengan kekayaan Alam yang melimpah.

“Sudah sangan jelas, mata pencarian masyrakat pada umumnya dari aktivitas bertani dan berkebun, mengapa bukan sektor pertanian atau perkebunan yang dikembangkan agar keseimbangan ekosistem di Kecamatan Seko tetap seimbang,” jelas Roni.

Pos terkait