BelopaInfo – Editorial. Pandemi Covid-19 yang begitu massif penyebarannya, menjadikan dunia tidak berdaya olehnya. Virus ini nyaris membawa negara ke dalam kanal sistem sosial yang chaos. Dampaknya dapat dirasakan langsung dalam kehidupan manusia. Virus tersebut mampu menutup semua aneka relasi sosial, ekonomi, politik, budaya dan globalisasi.
Tatanan dunia yang sebelumnya terbuka (open society) kini menjadi dunia yang tetutup atau terkunci (lock society) di mana dunia diisolasi, dipenjara, diawasi sehingga menjadi dunia desa (global village). Virus ini tidak hanya membawa kematian namun juga membuka aib sosial masyarakat termasuk ‘kecurigaan’ antara satu dengan lainnya.
Abad 21 atau abad globalisasi ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi membawa tatanan kehidupan manusia ke dalam dunia penuh kecepatan (Virilio: dromologi). Sebuah dunia yang digambarkan seperti dunia balap: siapa yang cepat maka dia yang menang. Globalisasi benar-benar membawa kita ke dalam dunia yang berpacu dengan kecepatan. Namun karena pandemi, dunia sirkuit yang digambarkan Virilio, kini menjadi melambat: dunia terasa lesu dari hiruk pikuk aktivitas manusia.
Selama pandemi Covid-19, dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat khususnya masyarakat desa, terlebih lagi pulangnya para pekerja dari kota ke kampung halaman serta membawa kecemasan terjadinya transmisi lokasi virus korona. Saat kota besar telah banyak dikunci dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), desa-desa justru terus digenjot perekonomiannya dengan realokasi stimulus fiskal oleh pemerintah.
Desa sebagai lambang ketahanan pangan di semua lini, memastikan seluruh kebutuhan pangan untuk perkotaan tetap tersedia. Dengan adanya pembatasan sosial dalam pencegahan penyebaran virus di tengah masayarakat, tentu menghambat aktivitas ekonomi masyarakat di desa termasuk dalam proses produksi hingga pasca produksi.
Dari hasil penulusuran di beberapa desa di Kabupaten Luwu, terkait masalah yang dihadapi masyarakat saat pendemi adalah sulitnya masyarakat dalam memasarkan hasil produksi pertaniannya ke pasar-pasar. Diakibatkan adanya pembatasan sosial di setiap wilayah di Kabupaten Luwu, para petani sangat sulit menjual hasil pertaniannya ke pasar.
Beban itu akan semakin berat ketika para tengkulak memainkan harga saat melakukan pemasaran. Ditambah lagi biaya produksi yang tinggi dari masa pemeliharaan hingga masa panen. Inilah masalah umum yang dialami masyarakat desa di Kabupaten Luwu.
Baso SH atau yang sering disapa Ubas Kepala Desa Bonelemo Kecamatan Bajo Barat mengatakan, selama pandemi aktivitas masyarakat Desa Bonelemo tetap berjalan normal seperti menggarap kebun. Namun kendala masyarakat hanya ada pada pasca panen yakni akses ke pasar sangat sulit, hal itu karena adanya pembatasan sosial di masyarakat. Peran pemerintah kabupaten hingga di level yang paling atas sangat dibutuhkan untuk membangun kembali ekonomi pasca pendemi.
Dalam pemulihan ekonomi masyarakat Desa Bonelemo, pemerintah desa akan menjadikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai wadah untuk mengontrol pemasaran hasil pertanian masyarakat. Misalnya ketika masyarakat panen maka BUMDes akan mengintegrasikan hasil panen masyarakat ke luar termasuk pasar.
Menurut Ubas salah satu masalah yang dihadapi masyarakat petani yang ada di desa adalah terhambatnya pemasaran pasca panen. Pemerintah Kabupaten Luwu harus memfungsikan Perusahaan Daerah (PERUSDA) untuk memasarkan hasil pertanian masyarakat desa.
Dampak pandemi tidak hanya berdampak pada aspek pertanian tetapi juga pada aspek usaha kelas menegah yakni kegiatan usaha ibu rumah tangga. Pemberlakukan social distancing sangat berdampak pada aktivitas usaha termasuk pemasaran hasil produk ke luar desa atau pasar.
Hal itu juga disampaikan Suriadi DM Kepala Desa Lamunre Tengah Kecamatan Belopa Utara. Menurutnya, geliat aktivitas masyarakat di Lamunre Tengah sangat terdampak oleh pandemi Covid-19. Pemerintah desa terus mendorong BUMDes untuk mengembangkan usaha yang dapat menyerap lapangan kerja termasuk menyiapkan program usaha yang bisa dikembangkan masyarakat. Hal itu dilakukan agar masyarakat bisa mandiri tidak hanya bergantung pada bantuan sosial dari pemerintah.
“Saat ini kami melakukan penguatan kelompok ibu-ibu pengrajin tangan, kelompok Wanita Tani (KWT) yang lebih fokus pada tanaman sayur-sayuran, dan pemenuhan kebutuhan pangan melalui budidaya hidroponik dan aquaponik di pekarangan rumah. Semua hasil dari kelompok tersebut, akan diwadahi oleh BUMDes saat melakukan pemasaran,’’ demikian strategi dari Suradi DM dalam menghidupkan ekonomi desanya. Baginya, BUMDes sangat penting dalam pemulihan ekonomi desa dengan memfasilitasi peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan pasar untuk usaha rumahan/ usaha kreatif di Lamunre Tengah.
Apa yang dipikirkan Suradi terkait dengan BUMDes, sama halnya juga dipikirkan oleh Mappiati Kepala Desa Lebani. Menurutnya BUMDes sangat berperan penting dalam mengontrol produksi dan pemasaran hasil pertanian masyarakat pasca pandemi.
Namun berbeda yang dialami Desa Rumaju Kecamatan Bajo, saat ini Desa Rumaju masih dalam tahap pembatasan aktivitas sosial disebabkan karena masih ada dua warga Desa Rumaju yang baru dinyatakan positif Covid-19. Artinya aktivitas ekonomi masyarakat tentu terhambat, baik pelaku usaha juga para petani termasuk kesulitan dalam memasarkan hasil pertanian di luar desa. Hal itu disebabkan adanya stigma negatif masyarakat desa lain terhadap masyarakat Desa Rumaju.
‘’Ketika aktivitas masyarakat menjadi normal, maka ke depan BUMDes akan mengontrol pemasaran hasil produksi dan pertanian masyarakat ke pasar-pasar sembari penguatan sumber daya manusia bagi masyarakat,” kata Abdul Rahman selaku Kepala Desa Rumaju kepada Belopa Info.
Hal senada juga sampaikan Galaluddin Banneringgi ST selaku Kepala Desa Paccerakang Kecamatan Ponrang Selatan. Ia mengatakan BUMDes harus menjadi wadah masyarakat sebagai lembaga ekonomi desa. Prioritas utama ke depannya adalah pengembangan sumber daya manusia (SDM) agar BUMDes betul-betul siap dalam membangun ekonomi masyarakat pasca pandemi.
Melihat kondisi saat ini, desa-desa di Kabupaten Luwu menghadapi sejumlah tantangan. Maka perlu ada upaya dan strategi melalui pemahaman dan pengembangan potensi oleh masing-masing pemerintah desa, agar roda perekonomian masyarakat terus berjalan. Salah satu penggerak ekonomi desa pasca pandemi adalah BUMDes. Peran BUMDes sebagai lembaga ekonomi desa dapat memfasilitasi permasalahan ekonomi masyarakat dengan membuka kegiatan usaha, dan menyediakan lapangan kerja bagi warga, serta turut andil dalam pengembangan sumber daya manusia bagi masyarakat desa.
Belajar dari situasi yang dihadapi selama pandemi, desa-desa haruslah dibentuk kembali sebagai kesatuan wilayah yang benar-benar berdaulat dalam bidang pangan pasca pandemi. Hal penting yang harus dilakukan pemerintah desa adalah tetap melakukan peningkatan sumber daya manusia bagi masyarakat untuk menghadapi setiap tantangan dan perubahan ke depannya.
Reporter : ENK
Editor : AS