Dengan situasi seperti itu, Letkol J.F Warrou lalu membekukan Komando Halilintar pada tahun 1955-1956 kemudian membentuk tiga satuan komando yakni Komando Wirabuana yang bertugas menangani pasukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), sedangkan Komando Musafir menangani pasukan Tentara Republik Indonesia dan Komando Daerah pengamanan Sulawesi Selatan-Tenggara (Ko. DPSST) menangani pasukan DI/TII yang dipimpin Kahar Muzakkar. Komando Operasi Wirabuana berhasil menarik Hamid Gali dan Usman Balo beserta pasukannya untuk bergabung melawan kahar Muzakkar.
Di tengah operasi, markas besar tentara melakukan reorganisasi komando militer seluruh Indonesia termasuk wilayah Sulawesi selatan. Salah satu komando yang diganti adalah komando daerah militer Sulawesi Selatan-Tenggara (ko.DPSST) kemudian diganti menjadi Kodam XIV Hasanuddin dan Letkol Andi Matalatta menjadi panglima Kodam sedangkan CPM Hairuddin Tasning diangkat menjadi kepala Staf.
Setelah satuan komando direorganisasi, operasi militer tetap dilakukan kemudian Andi Matalatta membentuk beberapa satuan komando bernama ‘’45’’ Andi Sose ditunjuk sebagai pemimpinnya. Kedua, satuan Komando Operasi Guntur dan ketiga satuan Komando Operasi Kilat. Ketiga satuan komando ini dianggap berhasil karena mampu melemahkan kekuatan DI/TII di Sulawesi Selatan.
Dari tiga satuan komando yang dilakukan, ada pertempuran yang sangat terkenal dan selalu diingat masyarakat, yakni pertempuran enam jam yang terjadi di Cimpu pada pukul 22.00-04.00, di mana pertempuran itu diinisiasi oleh Kahar Muzakkar dengan menyerang markas pusat tentara Sulawesi Selatan.
Dalam operasi militer yang dilakukan oleh ketiga satuan komando itu, pintu negosiasi masih dibuka agar Kahar Muzakkar beserta pengikutnya menyerahkan diri kemudian dapat dibebaskan dari hukuman. Namun pendekatan itu dibalas dengan mengirimkan surat kepada Presiden Soekarno, Pangdam IV Hasanuddin Andi Muhammad Yusuf, Letkol Andi Sose dan Komandan RTP Guntur.
Baca juga : Jalan Kontroversi Kahar Muzakkar (1)
Jalan Kontroversi Kahar Muzakkar (2)
Isi surat itu mengatakan bahwa ia beserta pasukannya yang tergabung dalam gerakan DI/TII mau mengambil jalan damai dengan syarat, ia diangkat menjadi pimpinan Komando Perjuangan Irian Barat. Kemudian mengajukan beberapah syarat, pertama ia memiliki kekuasaan penuh untuk mengecilkan kekuatan dari kesatuan Angkatan Laut Republik Indonesia dan Angkatan Udara, kedua memiliki kekuasaan penuh untuk mengeluarkan putra daerah dan kesatuan APRI yang komunis dari wilayah Indonesia Timur, tiga pasukan DI/TII sebanyak 18 Batalion harus dipersenjatai lengkap (full strength) untuk dijadikan inti pasukan Irian Barat.
Dari beberapa tawaran itu, pemerintah tidak mau mengabulkan syarat yang diminta kahar Muzakkar, karena dianggap di balik permintaan itu ada maksud dan tujuan tertentu yang akan mengancam ketenteraman negara dan membahayakan pemerintah.
Dari beberapa perundingan yang diajukan kepada Kahar Muzakkar selalu ditolak oleh pihak kahar, sehingga pemerintah mengambil langkah akhir yakni melaksanakan operasi kilat yang dilakukan oleh Pangdam Hasanuddin Brigjen Andi Muhammad Yusuf, kemudian operasi inilah yang dapat menumpas mati Kahar Muzakkar beserta para pasukannya di Lasolo Konawe Utara Sulawesi Tenggara 3 April tahun 1965 pada usia 43 tahun.
Dalam penumpasan kahar Muzakkar selama periode 1950-1965, sangi
at banyak satuan komando yang dibentuk untuk menumpas Kahar Muzakkar beserta pengikutnya disebabkan karena pada saat itu, masih tergabung dalam KGSS hingga DI/TII di Sulawesi selatan. Tercatat satuan komando yang dibentuk berjumlah 15 satuan komando. Dibentuknya satuan komando menunjukkan pada kita bahwa Kahar Muzakkar memiliki kekuatan besar dalam melakukan pemberontakan kepada pemerintah.
Keberhasilan dan kegagalan dari satuan komando yang dibentuk selama operasi militer, tidak terlepas dari pergolakan politik yang terjadi di tubuh tentara itu sendiri sehingga terjadi ketidaksepahaman para petinggi tentara. Dan pergolakan rakyat terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyelesaian kasus kahar Muzakkar dan pengikutnya tidak dipisahkan dari situasi yang berkembang di lingkungan Markas Besar Tentara dan Pemerintah.
Reporter : ENK
Editor : AS