Belopainfo – Pada zaman Kerajaan Datu Luwu di bawah kepemimpinan To PapoataE Datu Luwu XXXIV Andi Kambo atau Siti Husaimah Andi Kambo Opu Daeng Risompa Sultan Zaenab, bergelar Petta Matinroé ri Bintanna (1901-1935), Pandoso adalah wilayah kekuasaan To Makaka (Siapa), pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda, didirikanlah sebuah yayasan Partikuler yang bergerak di bidang pendidikan yaitu Seinden School Padang Lambe tahun 1930, merupakan salah satu sekolah yang terletak diwilayah kekuasaan Pallempang Suli.
Pandoso pada waktu itu merupakan sebuah daerah yang didalamnya terdapat enam (6) kampung yaitu Kampung Lengkong Karawak, Kampung Garampa’, Kampung Palendongan, Kampung Mangngulawa, Kampung Batu Balu (Buntu Ongko’) dan Kampung Paradoa.
Di masa itu, wilayah Pandoso terbagi menjadi dua wilayah yaitu Pandoso yang berada sebelah Timur yang dikuasai oleh Pallempang Suli dan Wilayah Pandoso yang berada di sebelah Barat dikuasai oleh Sanggaria Bajo.
Pada tahun 1954 Gerombolan DI-TII menguasai Kampung Pandoso, waktu itu dipimpin oleh Lumpaja. (Tak banyak informasi yang bisa didapatkan hanya sebagian kecil rekam jejak yang masih terbesit sekilas oleh para pendahulu yang juga kini telah menutup usia).
Lanjut, pada tahun 1956 Lumpaja mengudurkan diri dan menyerahkan kepempinannya ke saudara Iparnya (Bapak Tome). Sejak itu pula gerombolan DI-TII mengusai sepenuhnya Kampung Pandoso dan sekitarnya bahkan menjadi Basis persembunyiannya dan Seinden School Padang Lambe dibakar dan guru-guru-nya sebagian diculik dan dibunuh. Guru sekaligus Kepala Sekolah yang terahir adalah Tuan Guru Temban.
Pada tahun 1964 Kampung Pandoso dimasukkan kedalam kekuasan Desa Malela oleh Pallempang Suli, di tahun tersebut terbentuklah Desa Gaya Baru yang dipimpin oleh Kepala Desa Muhammad. Kampung Pandoso waktu itu menjadi Desa Percobaan (1965) namun karena masyarakatnya masih banyak yang mengungsi ke dalam hutan maka pada tahun 1966, Desa Pandoso dicabut kembali dan menjadi salah satu Dusun dalam wilayah Desa Malela.
Pada tahun 1967 Wilayah Garampa’ yang waktu pemberontakan DI-TII ditinggalkan oleh masyarakat sehingga pada tahun inilah Kepala Desa Mauhammad meminta kepada Kepala Dusun Pandoso yang dipimpin Tome agar dikelolah dan diserahkan pengelolahannya kepada masyarakat Malela dengan perjanjian berbagi lokasi jika sudah berhasil kepada sang pemilik Lokasi.
Atas bantuan Opu Mappegau masyarakat Malela berbondong-bondong mencari Lokasi diwilayah Garampa’ untuk dikelolah.
Pada Tahun tersebut Masyarakat Pandoso kembali menata kehidupannya mereka kembali bermukim di Pandoso seputaran sungai.
Setelah Pemberontakan DI-TII berhasil dipulihkan oleh TNI. pada tahun 1968 perusahaan non pribumi yaitu Biropek menguasai sebagian besar wilayah Pandoso dengan dalih hanya mengelolah dengan tanaman holtikultura atau tanaman jangka pendek.
Selama kurang lebih lima tahun perusahaan ini (Biropek) mengelolahnya namun berkat perjuangan Tokoh sekaligus Masyarakat Pandoso yang waktu itu kembali dipimpin Bapak Tome bersama dengan Ambe Raja serta salah satu Anggota DPRD Kota Makssar yang turut andil yaitu Tadius Lelelangan sehingga Biropek waktu itu meningglkan Pandoso tepatnya tahun 1973.
Pada zaman inilah Kepala Dusun Silih berganti antara Bapak Malaja dengan Bapak Tome. Pada tahun 1980 sampai dengan tahun 1983, kembalinya sebagian orang-orang yang diungsikan oleh pemerintah pada zaman pemberontakan DI-TII ke wilayah utara yaitu Seriti dan Rante Damai, mereka kembali ke kampung Paradoa. Pada tahun 1989 Pemekaran wilayah Desa Buntu Kunyi meminta kepada Kepala Dusun Pandoso agar memasukkan wilayah Palendongan ke dalam wilayahnya.
“Masyarakat waktu itu memahami hanya untuk mencukupkan wilayah Buntu Kunyi agar dapat mekar menjadi sebuah Desa dan wilayah yang digabung menjadi Desa Buntu Kunyi adalah Palendongan (Dusun Pandoso Desa Malela), Buntu Kunyi (Dusun Buntu Kunyi Desa Botta), Buntu Siapa (Dusun Buntu siapa Desa Cimpu), Salam (Dusun Salama Desa Suli),” jelas Kepala Desa Padang Lambe Nasaruddin Nasir saat ditemui di Kantor Desa Padang Lambe.
Bersambung..,
Penulis: Ysf
Sumber: Majalah Kampung Pak De