Menyederhanakan yang Kompleks

  • Whatsapp

Beberapa hal yang kita coba pahami sangatlah kompleks, bahkan pada prinsipnya tidak dapat dimengerti. Ada banyak hal yang kompleks di dunia ini, bahkan hal-hal yang tampak sederhana sekalipun sangatlah kompleks. Mungkin Anda tidak akan terkejut mengetahui bahwa mobil, komputer, handphone atau sistem kontrol lalu lintas darat, udara, dan air sangatlah kompleks.

Kita semua pernah mendengar anak-anak bertanya mengapa begini dan mengapa begitu hingga orang dewasa yang mereka ajak bicara jengkel, atau bahkan marah karena tidak mampu menjawab. Anak-anak secara implisit memahami kompleksitas tersebut. Orang dewasa lupa betapa kompleksnya fenomena yang ada di alam semesta ini dan memutuskan untuk berhenti bertanya. Karena kita tidak sadar bahwa kita telah membuat keputusan untuk berhenti menyelidiki.

Bacaan Lainnya

Menukil Sloman dan Fernbach (2017) dalam The Knowledge Illusion: Why We Never Think Alone, bahwa tidak ada seorang pun yang menjadi ahli di bidangnya bahkan untuk satu hal kecil sekalipun. Bahkan objek yang paling sederhana pun membutuhkan jaringan pengetahuan yang rumit (kompleks) untuk diproduksi dan digunakan. Terdapat begitu banyak hal-hal rumit yang muncul di alam semesta ini seperti bakteri, virus, pohon, angin topan, cinta, dan proses reproduksi.

Kebanyakan orang tidak dapat menjelaskan kepada Anda bagaimana cara kerja mesin pembuat kopi, bagaimana lem menyatukan kertas, atau bagaimana lensa fokus kamera bekerja pada kamera, apalagi sesuatu yang serumit cinta.

Beberapa dari Anda mungkin berpikir, “Yah, saya tidak tahu banyak tentang cara kerja barang tersebut. Saya bukan seorang ilmuwan dan saya bukan seorang insinyur. Tidak penting bagi saya untuk mengetahui hal-hal itu. Saya tahu apa yang harus saya ketahui untuk bergaul dan membuat keputusan yang baik. Satu hal yang perlu saya ketahui cara mengoperasikannya”. Kita hanya ingin mengetahui bagaimana sesuatu barang digunakan tanpa mau tahu banyak bagaimana sesuatu tersebut diproduksi dan lain sebagainya.

Ranah apa yang paling banyak anda ketahui, Sejarah? Politik? Filsafat? Kebijakan Ekonomi? Apakah Anda benar-benar memahami hal-hal dalam bidang spesialisasi Anda dengan sangat rinci? Saya yakin tidak. Anda hanya mampu menjelaskan secara sederhana dari kompleksitas suatu objek atau fenomena dari bidang ilmu yang Anda geluti. Hal ini mengindikasikan ada begitu banyak yang tidak Anda ketahui dari bidang ilmu yang menjadi fokus Anda.

Donald Rumsfeld, menteri pertahanan AS di bawah dua presiden, Gerald Ford dan George W. Bush membedakan berbagai jenis ketidaktahuan:

Ada yang diketahui, diketahui. Ini adalah hal yang kita tahu bahwa kita tahu. Ada yang diketahui, tidak diketahui. Maksudnya, ada hal-hal yang kita tahu tetapi tidak kita ketahui. Tapi ada juga yang tidak diketahui dan kita tidak ketahui. Ada hal-hal yang kita tidak tahu bahwa kita tidak tahu.

Mengetahui yang tidak diketahui dapat diatasi. Mungkin sulit, tapi setidaknya jelas apa yang harus dipersiapkan. Jika dokter tahu ada yang terjangkit virus Corona, tetapi tidak tahu cara mengobatinya, maka mereka dapat melakukan beberapa percobaan terhadap pasien. Misalnya, dengan memberi bantuan oksigen, mengkarantina pasien, memberikan vitamin yang dapat meningkatkan ketahanan tubuh, dan lain sebagainya.

Permasalahan nyata adalah tidak diketahui yang tidak diketahui. Bagaimana Anda bisa mempersiapkan sesuatu ketika Anda tidak mengetahui apa yang sedang Anda persiapkan? Siapa yang dapat mengetahui bahwa Covid-19 akan menyerang manusia pada tahun 2019? Begitu pun, siapa yang dapat memperkirakan sebelumnya bahwa pada tanggal 10 Februari 1996 komputer IBM Deep Blue dapat mengalahkan manusia dalam bermain catur? Siapa yang dapat memprediksi kalau transportasi online akan mendisrupsi transportasi konvensional sebagaimana yang dipaparkan Rhenald Kasali dalam buku Disruption: tak ada yang tak bisa diubah sebelum dihadapi, motivasi saja tidak cukup”.

Fenomena tidak mengetahui yang tidak diketahui juga dapat terjadi pada pembuat dan pengambil kebijakan. Sebut saja kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Work at Home, Physical Distancing untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Faktanya, kebijakan tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena pembuat dan pengambil kebijakan tidak mengetahui yang tidak diketahui, sehingga menyederhanakan sesuatu yang sangat kompleks. Kebijakan tersebut telah terapkan, namun hingga saat ini penyebaran Covid-19 semakin meningkat.

Baca Juga : Menjadi Nahkoda Kehidupan

Sampai hari ini, kita masih beranggapan bahwa manusia adalah makhluk yang paling unggul di alam semesta ini. Yuval Noah Harari dalam karyanya Sapiens menuliskan pada tahun 1980-an, ketika orang membahas sifat kemanusian yang unik dan mendasar, mereka biasa menggunakan catur sebagai bukti utama superioritas manusia. Mereka percaya bahwa komputer tidak akan pernah mengalahkan manusia dalam permainan catur. Pada tanggal 10 Februari 1996, IBM Deep Blue mengalahkan juara dunia catur Garry Kasparov, yang menguburkan klaim khas keunggulan manusia.

Teori chaos sebagaimana dinyatakan oleh Sloman dan Fernbach adalah metode matematika yang menunjukkan bahwa kompleksitas dunia terlalu banyak untuk ditangani. Dalam sistem yang kacau, perbedaan kecil di awal proses dapat menyebabkan perbedaan besar di proses selanjutnya. Metafora yang terkenal adalah bahwa seekor kupu-kupu yang mengepakkan sayapnya di Tiongkok dapat menyebabkan badai di Amerika Serikat.

Kita telah mengetahui bahwa dunia ini sangatlah kompleks dan kita tidak lagi menjadi makhluk yang unggul dari segi kecerdasan dan kesadaran. Menyitir Yuval, kini kita diperhadapkan pada tipe kecerdasan non-sadar yang dapat melakukan tugas jauh lebih baik daripada manusia. Semua tugas ini didasarkan pada prinsip pengenalan pola, dan algoritma non-sadar dapat segera mengungguli kesadaran manusia dalam hal mengenali pola.

Penyederhanaan hal-hal kompleks yang semula hanya dilakukan oleh manusia, kini sudah dapat dijalankan oleh kecerdasan buatan manusia. Bahkan jauh lebih unggul ketimbang manusia dalam menyederhanakan sesuatu yang kompleks. Bukankah negeri tirai bambu telah menggunakan teknologi untuk mengatasi penyebaran Covid-19 ini. Kita berharap pengambil kebijakan di negeri ini juga dapat menggunakan perangkat teknologi untuk mengenali pola penyebaran Covid-19 dan cara mengatasinya. Selain itu, spritualitas kita pun harus ditingkatkan, sembari memohon kepada pemilik dari segala pemilik yaitu sang Pencipta.

Kita harus bersatu menghadapi Covid-19, seperti motto dalam bermain catur Gens una sumus (Kita adalah satu) Tidak hanya menyerahkan kepada tenaga medis sebagai benteng terakhir atau garda terdepan dalam menanggulangi virus Corona ini.

Oleh : Surahman
Penulis, Komisioner KPU Palopo.

Pos terkait